Tiga Lokasi Pembangunan LRT Velodrome-Manggarai yang Disinyalir Timbulkan Persoalan
Siberkota.com, DKI Jakarta – Berdasarkan peta penetapan trase, yang tertuang dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 430 Tahun 2024 tentang Penetapan Trase Jalur Kereta Api Ringan (Light Rail Transit) atau LRT Rute Velodrome-Manggarai. Diketahui, terdapat tiga titik lokasi yang dilalui trase jalur LRT Velodrome-Manggarai disinyalir akan menimbulkan persoalan dalam proses pembangunannya.
Tiga titik lokasi itu yakni, Jalan Pemuda menuju Jalan Pramuka di Jakarta Timur, Jalan Pramuka menuju Jalan Matraman Raya, serta Jalan Tambak, Pintu Air Manggarai, Jakarta Selatan.
Pada lokasi Jalan Pemuda menuju Jalan Pramuka, di antara jalan tersebut terdapat Jalan Layang Tol dan Non Tol Jalan Jendral Ahmad Yani.
Lalu, di lokasi Jalan Pramuka menuju Jalan Matraman Raya, membelah di antara dua Jalan Layang Non Tol Pramuka, Salemba di sisi kanan, serta lurus ke Jalan Layang Non Tol Pramuka.
Selanjutnya pada Jalan Tambak, Pintu Air Manggarai, terdapat dua susun Jalur Layang KRL (Kereta Rel Listrik) dekat dengan Stasiun Manggarai.
Terkait hal itu, Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, kepada TitikKata di Taman ASEAN, Jakarta Selatan, Kamis (16/11/2023) menyampaikan pandangannya.
“Iya yang menjadi catatan tadi kan ada tiga kan. Lokasi-lokasi yang akan dilalui nanti Akan terkait dengan infrastruktur yang sudah ada. Bagaimana kaitannya, bagaimana kemudian yang tidak kalah penting tadi dengan rencana tata ruang nya karena itu semua terkait. Pembangunan infrastruktur, pembangunan transportasi massal, Dan tata ruang harusnya terpadu atau terintegrasi bukan malah dalam tanda petik berbeda”, ujarnya.
Nirwono juga menuturkan, berjalannya suatu proyek harus selaras dengan aturan, baik itu Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) maupun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Lanjutnya, jika tidak didasari hal tersebut, maka dapat dikatakan gagal.
“Yang tadi saya katakan sejak awal. Penggunaan transportasi massal baik itu LRT bahkan juga MRT bisa bus Transjakarta Dan KRL tentunya, harus terintegrasi dengan rencana tata ruang. Karena apa, jangan lupa, rencana tata ruang tadi ini Kan sebenarnya sudah menata kawasan peruntukannya pengembangan pengawasan yang mau ke arah mana. Kalo transportasi massal nya yang dikembangkan justru berbeda dengan rencana pengembangan tata kotanya, maka bisa dipastikan pengembangan transportasi tadi itu tidak akan mendukung. Bahkan dalam tanda petik bisa dikatakan gagal”, ujarnya.
“Misal pembangunan perencanaan tata kota nya mengarahkan ke A misalnya, sementara transportasi nya mengarah ke B, Ini kan justru tidak saling terkait kan. Artinya justru bisa jadi pengembangan Tata kota ini ramai, karena tidak didukung dengan transportasi massal daerah ini menjadi macet. Sementara daerah yang dibangun transportasi massal ini justru sepi dari penumpang. Itulah kenapa pengembangan transportasi massal tadi baik itu LRT tadi, harus terintegrasi dengan rencana tata ruang dari situ RTRW maupun RDTR di lokasi tersebut, satu ya”, lanjutnya.
“Kedua ini juga penting dalam hal apa, supaya pengembangan transportasi massal tidak melanggar rencana tata ruang yang Ada. Itulah kenapa perlunya ada keselarasan. Karena kalau tidak maka bisa dipastikan pengembangan transportasi massal tadi tidak akan berhasil”, tutupnya.
Berdasarkan telaah terhadap proyek LRT tersebut, tampak menabrak sejumlah aturan sebagai berikut,
Seperti pada Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030, Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 31 Tahun 2022 Tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.