Kasus GGAPA Belum Selesai, Orang Tua Korban: Bukan Meninggal, Tapi dibunuh!

SiberKota.com, Jakarta – Peristiwa gagal ginjal akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada tahun 2022 yang menelan korban ratusan anak di Indonesia masih belum selesai. Hingga kini, para orang tua korban masih berjuang mencari keadilan.

Salah satu Tim Advokasi untuk Kemanusiaan (TANDUK), Reza Zia, dalam Konferensi Pers menjelaskan atas perkembangan kasus GGAPA.

Menurutnya, hingga kini, terdapat lima pihak yang tergugat, anta lain Kementrian Kesehatan RI dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Kemudian, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI, PT Afi Farma, serta CV Samudera Chemical.

Perkembangan Kasus GGAPA

Perihal perkembangan gugatan kasus GGAPA, Reza menyampaikan, beberapa perusahaan farmasi telah telah terjerat pidana.

“Ada perusahaan farmasi PT Afi Farma di PN Kediri dengan putusan 2 tahun,” ujarnya, Rabu (20/12).

Kemudian, CV Samudra Chemical dan CV Anugerah Perdana Gemilang yang merupakan perusahaan sebagai jasa supplier.

“Di vonis 10 tahun penjara dan itu di Pengadilan Tinggi Tangerang,” singkatnya.

Selain gugatan pidana, pihaknya juga berupaya menggugat secara perdata. Pasalnya, gugatan ini mewakili 326 korban GGAPA.

“Nah, upaya kita menggugat dalam perdata ada gugatan class action yang mewakili 326 korban yang tersebar di seluruh indonesia,” ungkapnya.

Pada tahapan class action ini, Reza bersama tim telah sampai pada tahap pembuktian, dengan menghadirkan saksi dari penggugat.

“Kemarin kami sudah menghadirkan saksi dari korban yaitu 2 orang yang bercerita bagaimana mereka mendapatkan obat tersebut dari faskes pertama hingga pada anak mereka dirujuk dan kemudian meninggal,” paparnya.

Tak hanya itu, Reza juga menghadirkan saksi dari penyuplai bahan baku obat PT Afi Farma.

Reza menegaskan bahwa saksi dari penyuplai itu menjelaskan bagaimana proses pasar berlangsung.

“Bagaimana dari awalnya, kemudian order bahan kimia, hingga sampai obat itu jadi. Jadi, itu proses yang di PN Jakarta Pusat,” urainya.

Santunan Korban Belum Terealisasi

Sebagai kuasa hukum, Reza berharap tuntutan-tuntutan yang telah pihaknya layangkan, agar segera dipenuhi.

Pasalnya, hingga kini santunan untuk para korban saja masih belum ada realisasinya.

“Pemenuhan-pemenuhan terhadap pemulihan korban, penyediaan ambulans dan segala macam hingga hari ini realisasinya juga belum ada,” tuturnya.

Selain itu, Reza juga berharap agar penegak hukum menjalankan proses penyidikan secara komprehensif dan kompatibel.

“Terakhir, terkait proses penyidikan dari bareskrim agar dilakukan secara komprehensif dan kompatibel,” pungkasnya.

Curhatan Orang Tua Korban dalam Mencari Keadilan

Di tempat yang sama, Savitri, salah satu ibu korban, mengungkapkan kesulitannya selama setahun perjalanan kasus ini.

“Ini sudah 1 tahun kita masukin gugatan, perjalanannya amat sangat tidak mudah. Saat ini sudah di titik untuk mendatangkan saksi-saksi,” ungkapnya.

“Selama 1 tahun ini belajar dan mengetahui kenyataan yang kita hadapi dalam hal bagaiman kita sebagai korban, yang menuntut itu dengan kejahatan yang begitu besar dengan jumlah korban yang begitu banyak, yang mana adalah anak dibawah umur semua tapi ternyata tidak semudah itu, bahkan amat sangat sulit jalannya,” tambahnya.

Pasalnya, seiring berjalannya kasus ini, ia beserta korban lainnya semakin susah mendapatkan bantuan. Padahal, kasus GGAPa ini sangat kentara kesalahannya.

“orang awam saja sudah tau pihak mana saja yang harusnya bertanggungjawab,” tukasnya.

Savitri merasa, kasus GGAPA ini seperti terabaikan. Oleh karena itu, ia meminta khalayak umum tetap menyorot kasus ini.

“Agak heran, karena berlalunya waktu justru malah kok orang gak menganggap lagi. Jadi, saya harap prosesnya ini berjalan lancar, dengan bantuan dari masyarakat tetap update dengan kami,” ujarnya.

Savitri menegaskan, bahwa kasus GGAPA ini jangan sampai diabaikan. Sebab, kemungkinan besar akan ada pembiaran lagi di kasus-kasus lainnya.

“Ingat! Kejadian ini akan suatu saat berulang kalau sistemnya tidak diperbaiki, kalau sesama kita tidak aware dengan apa yang terjadi,” tegasnya.

Menurut Savitri, GGAPA ini adalah kasus pembunuhan oleh pemangku sistem. Sebab, ada 204 anak dibawah umur yang meninggal dunia.

Jangan lupa! Ada 204 anak. Bukan meninggal, tapi di bunuh oleh sistem, oleh kalian. Jadi, saya mohon atensinya agar kasus kami ini menemui titik terang,” tutupnya.

Baca berita SiberKota lainnya, di Google News

You might also like
1 Comment
  1. […] Baca Juga: Kasus GGAPA Belum Selesai, Orang Tua Korban: Bukan Meninggal, Tapi Dibunuh! […]

Leave A Reply

Your email address will not be published.