FAKTA: Pasal Aglomerasi Ide Lama, Penujukan Langsung Gubernur Ada Kooptasi

SiberKota.com, Jakarta – Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) menyatakan, konsep aglomerasi pada Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) usulan DPR RI merupakan ide lama.

Wakil Ketua FAKTA, Tubagus Haryo Karbyanto mengatakan, perihal RUU DKJ memiliki banyak segmen.

Namun, jika berbicara mengenai konsep aglomerasi pada pasal 51-60 tersebut, Haryo menyebutkan bahwa itu konsep yang baik-baik saja.

Sebab, prinsip dalam konsep aglomerasi itu, bagaimana DKI nantinya bisa bersinergi dengan buffer zone (zona penyangga) saat menjadi DKJ.

Buffer zone DKI berarti ya Jabodetabek. Saya kira ide-ide semacam itu sebenarnya ide lama,” ucapnya di Kantor FAKTA, Jakarta Timur.

Salah satu contoh yang telah terjadi dalam buffer zone itu adanya kerjasama DKI dengan kawasan Bopunjur (Bogor-Puncak-Cianjur) untuk mitigasi banjir.

“Kita punya daerah-daerah yang bersatu untuk membikin perencanaan bareng-bareng, itu sudah sering terjadi,” jelasnya.

Kendati begitu, Haryo menegaskan, untuk sinergitas dari pelaksanaan konsep aglomerasi, mesti ada kesepakatan dari masing-masing Kepala Daerah terkait.

Sebab, bagaimanapun juga masing-masing daerah memiliki otonomi yang berbeda. Untuk itu, dalam mewujudkan pembangunan yang merata, harus saling mendukung.

“Jakarta bisa mendukung buffer zone nya dan buffer zone juga bisa merasakan manfaat dari keberadaan DKJ itu sendiri,” tuturnya.

Perihal pemilihan Wakil Presiden menjadi Dewan Pengawas, Haryo mempertanyakan apakah pengaturan untuk kawasan aglomerasi seperti atau tidak.

Haryo malah lebih menyarankan untuk pembahasan aglomerasi ini terdapat kesepakatan bersama dengan melakukan MoU antar Kepala Daerah.

Sehingga, bisa menyatukan visi-misi dalam konteks pembangunan kota-perkotaan, dalam rencana pembangunan aglomerasi.

“Jadi, setiap kepala daerah siapapun nanti yang terpilih, dia harus menjalani itu menjadi konteks kebersamaan dari wilayah aglomerasi itu sendiri,” terangnya.

FAKTA: Pasal Penunjukan Langsung Gubernur DKI oleh Presiden Ada Kooptasi

Haryo mengungkapkan bahwa ia lebih mengkhawatirkan atas pasal penunjukan langsung Gubernur dan kawasan aglomerasi oleh Presiden.

Menurutnya, penunjukan Gubernur langsung oleh Presiden merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan demokrasi.

“Saya kira, RUU DKJ terkait hal itu tidak jadi soal. Justru yang jadi persoalan adalah ketika pasal-pasal yang menyebutkan Gubernur DKI harus dipilih kembali oleh Presiden,” tukasnya.

Menurut Haryo, ketentuan pasal itu seakan-akan ada kooptasi (bentuk kerjasama untuk meningkatkan legitimasi suatu entitas) dari Pemerintah Pusat kepada Pemda.

Termasuk, lanjut Haryo, kooptasi terhadap daerah-daerah buffer zone, guna melaksanakan keputusan Pemerintah Pusat.

“Saya kira, untuk jaman sekarang pendekatan seperti itu sudah tidak sesuai dengan demokrasi, pembangunan, dan otonomi daerah yang ada,” tandasnya.

Baca berita SiberKota lainnya, di Google News

You might also like
Leave A Reply

Your email address will not be published.