Akademisi UNPAM Soroti Penyebab Menguapnya Pajak Air Permukaan di Banten
Siberkota.com, Banten – Dua perusahaan konsorsium swasta asing, yakni PT Traya Tirta Cisadane (PT TTC) dan Tirta Kencana Cahaya Mandiri (TKCM) yang diduga kuat menjadi salah satu penyebab menguapnya Pajak Air Permukaan (PAP) Provinsi Banten.
Disinyalir setoran pajak kedua perusahaan itu tercatat sebagai perusahaan Badan Usaham Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Tangerang, yakni Perusahaan Daerah Air Minum (Perumdam) Tirta Kerta Raharja (TKR).
Menanggapi persoalan tersebut, Dosen hukum Universitas Pamualang, Suhendar mengatakan, merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (PERMENDAGRI) ada dua kriteria perusahaan di sebut sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yaitu, Perusahaan Umum Daerah (PERUMDA) dan Perseroan Daerah (PERSERODA).
“Perusahaan Umum Daerah sahamnya adalah 100% milik Daerah, lalu Perseroan Daerah 50% harus milik Daerah dan sekian persennya baru pihak lain yang di mungkinkan untuk bekerja sama dengan Daerah dengan kata lain hanya kriteria tersebut yang di sebut dengan BUMD oleh karnanya ketika kemepemilikan sahamnya tidak memenuhi kriteria tersebut maka itu bukan di sebut sebagai BUMD melainkan, Perusahaan swasta korporasi biasa bukan BUMD,” terangnya.
Lebih lanjut, Suhendar berpandangan, mekanisme pembayaran Pajak Air Permukaan kedua perusahaan PT TTC dan TKCM dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
“Nah ketika kemudian pemberlakuan pengenaan pajaknya di klasifikasikan sebagai BUMD maka inilah yang harus di pemeriksaan secara intensif apakah itu kesalahan administrasi saja atau ada bentuk kesalahan berupa kesengajaan, nah ketika memenuhi kriteria yang kedua sebagai sebuah kesengajaan maka ini masuk dalam kriteria bisa tindak pidana korupsi atau tindak pidana perpajakan,” pungkasnya.
Untuk diketahui, berdasarkan data informasi, 95 persen saham PT TTC dimiliki PT Tanah Alam Makmur dan 5 persen sisanya milik PT Bahtera Hutama Lintas Nusantara.
Dimana, saham PT Tanah Alam Makmur itu sendri, sekitar 26 persen dimiliki PT Bahtera Hutama Lintas Nusantara, sekitar 74 persen sisanya dimiliki Obor Infrastructure PTE,,LTD yang berkedudukan di Singapura.
Sementara, PT Bahtera Hutama Lintas Nusantara, sekitar 27 persen saham dimiliki perusahaan Singapura yakni Dynamic Success PTE,,LTD. Sisanya sekitar 73 persen dimiliki Obor Infrastructure PTE,,LTD.
Kemudian untuk PT TKCM, 28 persen sahamnya dimiliki PT Bahtera Hutama Lintas Nusantara, 72 persen sisanya dimiliki oleh Obor Infrastructure PTE,,LTD.
Lebih lanjut, mengacu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 15/PRT/M/2017 tentang Tata Cara Penghitungan Besaran Nilai Perolehan Air Permukaan, yang merupakan dasar dari perhitungan setoran PAP.
Sebagai perusahaan swasta PT TTC diperkirakan menyetor PAP sebesar Rp2.754.789.146 per bulan. Sedangkan berdasarkan data informasi yang didapat, untuk bulan Juli 2024, PT TTC menyetorkan pajak senilai Rp375.330.700.
Sementara, PT TKCM jika perkiraan perhitungan PAP sebagai perusahaan swasta, setoran PAP adalah sebesar Rp1.124.934.971 per bulan. Namun, berdasarkan data informasi yang didapat, di bulan Juli PT TKCM hanya menyetor PAP sebesar Rp161.893.700.
Terkait hal itu, konsultan pajak independen yang indientitasnya menolak untuk disebut, menyampaikan pendapat terkait pengaruh dari perbedaan nilai FKPAP antar BUMD dengan swasta terhadap perhitungan NPA.
“Menurut Permen PUPR Nomor 15 tahun 2017, ada perbedaan nilai dari FKPAP antara kelompok pengguna air non niaga dengan kelompok sistem penyedia air minum non PDAM, perbedaan nilai ini tentu akan menimbulkan perbedaan dari nilai keseluruhan npap sehingga berpotensi untuk terjadinya selisih dari penerimaan pajak air permukaan,” tukasnya.
Baca berita SiberKota lainnya, di Google News