Tolak RUU DKJ, Ini Kata Menohok Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDI-P dan PKS
SiberKota.com, Jakarta – Anggota DPRD DKI jakarta menolak salah satu pasal dalam Draf Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) perihal penunjukan langsung Gubernur oleh Presiden.
Penolakan tersebut datang dari Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Sebagai informasi, maksud Draf RUU DKJ tersebut merujuk pada pasal 10 ayat 2 berbunyi, “Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD”.
Penolakan dari Fraksi PKS
Penasehat Fraksi PKS, Khoirudin menegaskan akan penolakannya terhadap Pasal 10 ayat 2 draf RUU DKJ tersebut.
Sebab, isi pasal tersebut telah mencederai Pancasila ayat ke-4 yakni ‘Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan’.
“Ini melanggar pancasila ke-4. Kepala desa saja ada pemilihan, apalagi gubernur sekelas ibu kota,” katanya di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (6/12).
Menurut Khoirudin, usulan yang berangkat dari DPR RI ini telah mencederai perasaan masyarakat Jakarta.
“Kasian masyarakatnya, mereka sudah bayar pajak, mereka sudah patuh dengan aturan-aturan yang ada di Jakarta,”
“Nah, ketika menentukan pimpinan gubernur tidak melibatkan mereka. Kucing dalam karung gitu? Ini mencederai warga Jakarta,” katanya.
Penolakan RUU DKJ dari Fraksi PDI-P
Sama halnya dengan Anggota Fraksi PDI-P, Gilbert Simanjuntak juga yang sepakat menolak salah satu pasal dalam RUU DKJ tersebut.
Menurut Gilbert, usulan Presiden yang langsung memilih Gubernur dan Wakil Gubernur dipilih Presiden merupakan bentuk new orde baru.
“Mungkin kita bisa melihat bahwa ini sepertinya ada udang di balik tempe,”
“Dalam sejarahnya di reformasi 98, isu krusial pada waktu itu adalah sentralistik tentara jadi gubernur, jadi bupati, sementara orang yang berkarir dari bawah hilang,”
Lebih lanjut, Gilbert menyatakan, peristiwa sentralistik dalam kepemimpinan terdahulu hingga sekarang tak pernah ada habisnya.
Seperti isu Jawa Sentris, karena hampir semua yang ditunjuk itu orang jawa. Ada isu sentralisasi karena semua inginnya Suharto yang megang kendali. Sekarang isu yang menunjuk gubernur. Kan, sentralistik,”
Maka dari itu, Gilbert menegaskan kembali bahwa fenomena yang terjadi pada kalangan elit atas ini adalah new orde baru.
“Apa tujuannya coba? Apa dasarnya? Kan ini kita mau merubah UU kekhususan DKI,”
Menurut Gilbert, usulan DPR RI tidak memiliki dasar. Sedangkan, jika permasalahannya pada perpindahan ibu kota, Jakarta tetap menjadi daerah khusus.
“Oke, cabut, kalau memang itu mutlak harus dicabut, karena sudah tidak lagi DKI, karena ibu kota sekarang Nusantara,”
“Tetapi DKJ kalau kekhususannya mau tetap bertahan, bukan dengan membuat penunjukan langsung gubernur, apa dasarnya?” tanyanya.
Kemudian, lanjut Gilbert, pada akhirnya hak rakyat dalam demokrasi lambat laun makin menipis.
“Kan, wali kota sudah gak ada pemilihan, masa ini kemudian gubernur juga gak ada. Lalu, apa sekarang hak rakyat yang masih ada?” tandasnya.
Baca berita SiberKota lainnya, di Google News
[…] Baca Juga: Tolak RUU DKJ, Ini Kata Menohok Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDI-P dan PKS […]