Sidang Kenaikan UMP DKI Jakarta Tahun 2024 Hasilkan Tiga Usulan
Siberkota.com, DKI Jakarta – Pemerintah DKI Jakarta tengah melakukan sidang pengupahan membahas tentang kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta tahun 2024.
Pakar dari Universitas Indonesia, Fakultas Ekonomi, Djainal Abidin Simanjuntak menjelaskan terkait putusan sidang tersebut.
“Cukup alot terkait penetapan UMP 2024 untuk Provinsi DKI Jakarta. Jadi ada dua kutub, ada dua pendapat yang berbeda. Pertama, dari pelaku usaha mengusulkan formula PP 51 tahun 2023 dengan Alpha 0,2. Artinya ada kenaikan 20 persen dari pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi, itu adalah usulan dari teman-teman Kadin dan APINDO. Sementara dari Serikat Pekerja tidak mengikuti format PP 51 Tahun 2023. Mereka punya format sendiri. Formatnya yaitu Inflasi + Alpha + Indeks tertentu. Indeks tertentu sekitar delapan koma sekian. Totalnya, mereka minta kenaikan 15 persen. Sehingga tuntutan mereka itu UMP 2024 sekitar Rp 5,6 juta. Sementara dari unsur Pemerintah, tetap menggunakan formula PP Nomor 51 Tahun 2023 dengan Alpha 0,3 persen,” ujarnya.
Djainal juga menuturkan, dari pihak nya sendiri, mengusulkan kenaikan sebesar Alpha 0,3 atau 30 persen sejalan dengan Pemerintah.
“Kalau Pakar dari saya sendiri mengusulkan dari awal itu kenaikannya 0,3 atau 30%. Karena memang kontribusi pekerja itu sudah layak 0,3 Alpha nya karena ada pertimbangan-pertimbangan lain. Dari saya mengusulkan pertama pertimbangan penyerapan tenaga kerja memang seharusnya lebih rendah dari Alpha 0,3. Tapi pertimbangan terkait dengan Median upah rata-rata, itu media upah rata-rata DKI masih jauh lebih tinggi dibandingkan UMP berjalan. Sehingga, pertimbangan itu, pertimbangan lebih bisa lebih tinggi lagi dari usulan pelaku usaha,” ujarnya.
Dikesempatan yang sama, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Jaminan Sosial dan K3 Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Nurjaman, mengatakan jika usulan dari pihaknya tidak dapat diterima maka mereka akan mencoba pertimbangkan.
“Kami akan coba pertimbangkan, apabila pertimbangan atau usulan atau ketetapan dari Pak Gubernur masuk dalam koridor aturan, kami bismillah. Kita harus yakin bahwa pemerintah akan selalu mempertimbangkan tentang kelangsungan usaha, kelangsungan bekerja itu harus dipertimbangkan. Karena gini, hari ini kita memutuskan upah minimum provinsi bukan lagi upah yang lain, upah minimum itu adalah jaring pengaman untuk masa kerja karyawan 0 tahun kebawah. Yang 1, 2, 3 tahun ke atas itu akan diatur oleh skala upah yang dibuat oleh perusahaan masing-masing. Kenapa? Karena masing-masing perusahaan akan berbeda, akan berbeda karakter, akan berbeda budaya tentang kemampuan perusahannya”, ujarnya.
Sementara, Ketua bidang pengupahan Dewan Pengupahan Provinsi DKI Jakarta perwakilan Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK Indonesia), Dedi Hartono mengaku bakal melakukan konsolidasi jika usulan mereka ditolak.
“Yang pertama kita akan mengkonsolidasikan dulu terkait dengan usulan pemerintah karena ini jugakan baru keluar. Relatif angka pemerintah di aturan PP 51 di zona nyaman, angka 30 persen itu sudah angka mentok. Tinggal kalaupun kita lihat dari kenaikan angka 30 persen alfa itu adalah hanya sekitar 3,38 persen. Jadi artinya masih di bawah pertumbuhan ekonomi kita. Pertumbuhan ekonomi kita itu 4,96 tapi kalau misalnya kenaikan upah kita dibatasi hanya dibawah pertumbuhan ekonomi ya tetap aja posisi kita tidak merasakan adanya kontribusi terhadap pekerja yang seharusnya diberikan kepada pekerja semuanya,” katanya.
Dedi juga menyebut, jika PP 51 telah menggerus pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan PP 78 2015.
“Ini lebih kepada down great dari PP 78 2015 yang dulunya kita menggunakan formulasi, inflasi pertumbuhan ekonomi hanya itu saja UPM. Hari ini justru dengan munculnya PP 51 angka pertumbuhan ekonomi kita jadi disortir 10 sampai 30 persen. Jadi sebenarnya di PP 51 justru menggerus pertumbuhan ekonomi yang seharusnya dinikmati oleh semua pekerja daripada buruh,” katanya.