Polres Metro Tangkot Panggil Saksi Dugaan Penganiayaan Murid SMAN Hidayaturrohman
Siberkota.com, Kabupaten Tangerang – Kepolisian Resort Metro (Polresto) Tangerang Kota (Tangkot) menyatakan mulai memanggil para saksi atas laporan dugaan kekerasan yang dilakukan kepala sekolah terhadap IJ (16) pelajar SMA Hidayaturrohman, Desa Tegal Angus, Kecamatan Teluknaga, Selasa (7/2/2023).
Kapolres Metro Tangerang Kota, Kombes Pol Zain Dwi Nugroho mengatakan, soal aduan kekerasan di sekolah yang dialami IJ, kini pihaknya masih melakukan klarifikasi atau minta keterangan para saksi-saksi yang merupakan teman-teman korban.
“Terkait laporan Nurjen (orang tua IJ), saat ini masih dalam proses pemeriksaan dan penyelidikan,” kata Zain kepada wartawan.
Zain menyatakan pihaknya akan memanggil terlapor, yaitu pihak Kepela Sekolah SMAN Hidayaturrohman, yang diduga melakukan kekerasan kepada IJ dengan cara menjewer dan memukul menggunakan sorban, usai memeriksa para saksi.
“Nanti setelah selesai baru terlapor kita panggil. Untuk jumlah saksi yang dimintai keterangan, nanti saya cek dulu,” jelasnya.
Sementara itu, Dewan Pendidikan Kabupaten Tangeranng, Eny Suhaeni menilai, kekerasan tidak tepat dilakukan untuk mendidik karakter yang baik untuk siswa-siswi di era saat ini. Sebab, kata dia anak-anak saat ini berbeda dengan anak-anak dijaman dahulu.
“Di era saat ini memang tidak tepat mendidik anak dengan kekerasan seperti itu. Beda dengan jaman dulu,” ucap Eny.
Menurut Eny, untuk menciptakan anak yang cerdas dan pintar harus ada cara-cara tertentu. Dan yang lebih penting harus dikerja samakan dengan para wali murid. Namun, memang tidak menutup kemungkinan terkadang ada anak yang tidak bisa di beri tahu secara lisan.
“Dalam mendidik anak ada cara-cara tertentu, tidak dengan kekerasan. Dan untu anak yang tidak bisa diingatkan hanya dengan lisan, harus berkoordinasi dengan orang tuanya terlebih dahulu,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, kepala sekolah SMA Hidayaturrohman dilaporkan kepihak yang berwajib oleh orang tua siswa yang berinisial IJ (16). Hal itu dilakukan karena Nurjen (orang tua IJ) merasa keneratan atas perlakuan kepala sekolah terhadap anaknya.