Pemilihan Komisioner KPU dan Bawaslu Rawan Dipolitisir

Siberkota.com, Jakarta – Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyindir pemilihan calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI kuat disinyalir ditumpangi kepentingan politik.

Titi mengutarakan, salah satu indikasinya santer tercium lewat sudah tersebar luasnya nama calon kedua pimpinan dua lembaga Pemilu tersebut yang  disepakati partai-partai di DPR RI meski proses pemilihan belum berlangsung.

Melihat kondisi ini, Titi menyarankan bahwa pemilihan komisioner KPU dan Bawaslu RI harus diubah. Hal itu lantaran konsep sebelumnya rawan diwarnai kesepakatan-kesepakatan politik oleh partai.

“Lebih baik ke depannya, presiden langsung mengusulkan tujuh dan lima nama anggota KPU dan Bawaslu kepada DPR,” ujarnya, Minggu (20/2/2022).

Ia mengatakan, saat ini poses seleksi yang memberikan kewenangan ada pada DPR untuk menentukan nama-nama calon anggota KPU dan Bawaslu. Akibatnya memicu interaksi dan lobi-lobi politik antara calon dan partai-partai parlemen.

“Banyak yang menghaluskannya dengan istilah bagian dari komunikasi politik, padahal jelas hal itu adalah bagian dari lobi,” terangnya.

Akan tetapi, imbuh Titi, semestinya DPR tetap menempatkan prosedur uji kelayakan dan kepatutan sebagai penentu akhir keterpilihan calon. Bukan hanya sebagai bentuk penghargaan pada ikhtiar para calon, namun juga bentuk akuntabilitas pada publik untuk memperlakukan setiap calon secara adil dan bertanggung jawab.

Oleh karena itu, kata Titi, memutuskan nama-nama terpilih sebelum pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan merupakan sikap yang sangat tidak etis serta membuat waktu, tenaga dan energi terbuang cuma-cuma.

“Para calon pun dirugikan, termasuk mereka yang terpilih karena mendapat stigma menjadi bagian dari kesepakatan politik DPR tersebut. Padahal mereka punya kompetensi dan rekam jejak baik untuk terpilih menjadi anggota KPU dan Bawaslu,” paparnya.

Kalau memang seperti itu, dinilai diperlukan mekanisme seleksi KPU dan Bawaslu diubah dengan ditentukan presiden. Selanjutnya DPR hanya perlu menyarakan menyetujui atau menolak nama-nama yang diusulkan presiden tersebut.

“Kalau DPR menolak, maka presiden diminta mengirimkan nama-nama pengganti, sebaliknya kalau DPR menyetujui maka langsung bisa ditetapkan. Dengan demikian sikap presiden dan DPR bisa lebih tegas dibaca oleh publik tanpa harus banyak melalukan akrobat politik yang justru membuat kecurigaan publik,” tutupnya.

You might also like
Leave A Reply

Your email address will not be published.