Pembangunan Pantura Tangerang Semrawut, Pemkab Diam Saja!
Siberkota.com, Kabupaten Tangerang – Semrawutnya pembangunan di Pantai Utara (Pantura) Kabupaten Tangerang disinyalir disebabkan oleh ketidakhadiran Pemerintah Kabupaten Tangerang dalam melakukan pengawasan serta evaluasi terhadap jalannya proses investasi yang dilakukan oleh pengembang, Minggu (28/11/2021).
Salah satu korban investasi di Pantura Tangerang, Heri Hermawan membeberkan, hingga saat ini pemerintah Kabupaten Tangerang tidak melakukan upaya pengawalan sedikitpun terkait dengan proses investasi di Pantura. Belum lagi katanya, ketika terjadi intimidasi kepada masyarakat setempat.
Selain pengawalan, Heri juga mengatakan bahwa Pemkab Tangerang juga belum melakukan evaluasi, baik evaluasi terkait proses pembebasan lahan hingga kebijakan yang telah dikeluarkan sebelumnya.
“Apakah ada evaluasi dari pemerintah daerah? Bagaimana proses pembebasan, bagaimana nilai harganya, bagaimana jika ada intimidasi, harusnya kebijakan itu dikawal! Ini jangan kan dikawal, nongol (muncul-red) pun tak ada, dari kelompoknya Bupati,” katanya.
“Ketika kita memberikan kebijakan kepada pengembang, harusnya dikawal, baik dari sisi harganya, dari sisi amdalnya, dampaknya bagaimana, Pergub saja tidak dilaksanakan!,” tambahnya.
Heri mengaku, dirinya terpaksa harus berjuang sendiri tanpa adanya bantuan dari pemerintah daerah. Hal itu katanya, dilakukan karena pemerintah daerah yang seharusnya melindungi ketika hak masyarakatnya dirampas oleh pengembang, tidak pernah hadir.
“Kita terpaksa karna tidak ada ruang, akhirnya kita berjuang di tingkat pusat,” tutupnya kesal.
Senada dengan ucapan Heri. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Tangerang, Taufik Emil berujar, pengawasan dan evaluasi tersebut memang perlu dilakukan, terlebih katanya, di tengah jeritan masyarakat yang merasa lahannya dirampas dan dibayar dengan harga yang tidak masuk akal.
“Bahwa harus juga mengevaluasi apalagi tentang harga, udah ada Appraisal, NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) dan harga pasar. harusnya (nilai jual sesuai) harga pasar, dan kenyataan, di lapangan jauh dari Appraisal (harga jual tanah dari pihak penilai),” ujarnya saat menghadiri acara diskusi publik bertajuk ‘Menata Tangerang Utara Sebagai Wajah Indonesia di Banten pada Rabu (24/11) lalu.
Selain tentang harga jual, lanjut Emil, pemerintah daerah melalui dinas-dinas teknis dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) juga harus melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap perizinan yang diberikan kepada pengembang serta evaluasi terkait dampak langsung dari pembangunan tersebut kepada masyarakat.
“Termasuk pembebasan tanah yang berapa hektare ini juga harus dievaluasi sesuai izin yang diberikan, kemudian juga bagaimana dampaknya kepada masyarakat,”
Lebih lanjut, Emil merasa terkejut ketika mendengar keluhan masyarakat terkait dengan penerbitan Nomor Identifikasi Bidang (NIB) tanah seluar 900 Ha (hektar) yang hanya dikuasai atas nama tiga orang.
Emil mengaku dirinya tidak bisa membantu menyelesaikan permasalah izin NIB itu, sebab katanya, perizinan tersebut merupakan kewenangan dari Badan Pertanahan Negara (BPN).
Emil meminta agar masyarakat yang dirugikan dengan terbitnya NIB atas nama ke tiga orang itu, untuk menelusuri dasar penerbitan NIB di mulai dari tingkat desa.
“Itu memang harus ditelusuri dari bawah, bagaimana terbitnya NIB dan SPPT,” tandasnya.