Kursi Diduduki Buruh, TRUTH : Gubernur Banten Tidak Perlu Baper Sampai Lapor Presiden
Oleh : Jupry Nugroho, Wakil Koordinator TRUTH
Siberkota.com, Tangerang – Pola komunikasi Gubernur Banten Wahidin Halim tidak mencerminkan diri sebagai sosok pejabat publik yang patut dicontoh, kenapa? Karena gagal menyerap apa yang menjadi keresahan di masyarakatnya terutama para buruh, justru diperkeruh dengan pernyataan yang tidak humanis dan santun, justru seolah terlalu berpihak terhadap para pengusaha.
Apa yang dilakukan oleh para buruh di Ruangan Gubernur dapat dikatakan sebagai domino effect atas pernyataan Gubernur Banten Wahidin Halim kepada para buruh, alih-alih mengajak komunikasi para serikat buruh, justru mengeluarkan pernyataan yang menyakitkan hati ketika penetapan besaran besaran UMP 2022 Provinsi Banten.
Puncak dari gagalnya Gubernur Banten Wahidin Halim dalam berkomunikasi dengan sejumlah serikat buruh, yaitu pada saat didudukinya ruang kerja Gubernur, seharusny komunikasi baik dapat dilakukan oleh Gubernur Banten Wahidin Halim, dengan menemui sejumlah serikat buruh yang melakukan unjuk rasa.
Jikapun tidak dapat menemui, setidaknya ada pejabat yang diperintahkan untuk menyerap apa yang menjadi tuntutan para buruh, bukan malah kantor dibiarkan kosong tanpa adanya pejabat yang dapat ditemui, tentu para buruh memiliki keinginan agar suaranya dapat didengar.
Semua sepakat jika ada tindakan yang melanggar hukum yang dilakukan oleh para buruh terkait didudukinya ruang kerja Gubernur harus diselesaikan secara hukum, namun apakah ada upaya sebelumnya dari Pemerintah Provinsi Banten terkait aksi unjuk rasa tersebut.
Saya pikir Gubernur Banten Wahidin Halim terlalu “Baper” dengan langkah yang akan diambil dengan melaporkan kepada pihak kepolisian sampai akan melaporkan kepada Kemendagri dan Presiden, harusnya membuka jalur komunikasi dengan para buruh, karena para buruh juga merupakan bagian dari masyarakat Banten yang ikut juga andil dalam membangun Banten selama ini.
Banyak praktek baik yang dapat diduplikasi dari Gubernur lainnya, jikapun tidak dapat merevisi besaran Ump, setidaknya perbaiki komunikasi dengan buruh agar lebih humanis, bukan justru seolah congkak dimenara gading, melontarkan pernyataan yang menyakiti namun menutup jalur dialog. Seolah ada sekat dan tidak berpihak kepada masyarakat kecil terutama buruh.