Siberkota.com, Tangerang – Sebaik apapun sistem pendidikan di seluruh negara dunia, tak akan mampu menghasilkan generasi yang baik dan tercipta rahmat sekalian alam, jika masih menggunakan tata kelola berdasarkan kepentingan dan kebutuhan manusia semata.
Kita bisa saksikan, banyak negara-negara dengan indikator intektual yang luar biasa, akan tetapi banyak tatanan yang jauh dari keberhasilan. Generasi pandai tapi moral yang hancur. Kita saksikan generasi yang individual, generasi yang matrialis, generasi yang menjadikan ilmu sesuai kepentingan, generasi yang praktek hidup jauh dari ilmu, generasi yang memisahkan ilmu dari agama.
Banyak orang yang memiliki ilmu tinggi akan tetapi jauh dari nilai-nilai ilmu itu sendiri. Karena pandangan umum bahwa terpisah antara ilmu agama dan ilmu umum. Padahal ilmu agama menjadi dasar (fardu ain), dan selanjutnya kita bisa kembangkan luas pada ilmu-ilmu lainnya (fardu kifayah).
Proses pendidikan diperuntukkan bagi manusia. Maka konsep hakikat manusia harus dipahami oleh kita sebagai manusia. Jika kita tidak mampu memahami hakikat sebagai manusia, tentu sistem pendidikan yang akan kita gunakan akan menjadi tidak tepat untuk kita. Terlebih utama yang harus dipahami adalah kedudukan kita (manusia) sebagai makhluk. Oleh karena itu, yang memahami kita (manusia) adalah kholik (pencipta). Dari hal tersebut, maka rujukan utama dalam sistem pendidikan untuk manusia berdasar firman Allah.
Sistem pendidikan yang akan kita lakukan, tidak lepas dari tujuan kita sebagai manusia. Berdasarkan surat adz Dzariyat ayat 54, bahwa manusia diciptakan untuk beribadah pada Allah. Tujuan ini adalah tujuan mendasar dalam sistem pendidikan.
Untuk mencapai tujuan, Allah telah memberikan potensi pada manusia berupa akal dan hati. Dari potensi inilah berkembang menjadi potensi nutq (pembicaraan) yang selanjutnya berkembang menjadi struktur ilmu pengetahuan. Firman Allah dalam surat al Hajj ayat 46, bahwa “Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada”.
Penjelasan tersebut menegaskan, untuk menggunakan akal dan hati dalam berpikir sesuai dengan ketentuan firman Allah. Sebagaimana dalam surat al ‘Alaq ayat 1-5, yang terkandung makna bahwa Allah mengajarkan pada manusia dengan beragam cara. Yaitu pentingnya ilmu pengetahuan bagi manusia. Dengan membaca dan belajar akan memperoleh pengetahuan dan wawasan yang luas. Objek membaca dapat berupa buku dan berupa segala hal yang berada di sekeliling manusia. Manusia akan mampu mencatat semua ilmu pengetahuan yang telah diperolehnya.
Dari proses membaca, manusia akan mengembangkan pengetahuan yang masih acak, baik yang diungkapkan maupun yang diperoleh, menuju sebuah ilmu pengetahuan yang dapat dimanfaatkan. Oleh karena itu, dalam pengembangan ilmu harus menggunakan standar firman Allah, yaitu berdasar aqidah dan sesuai dengan tuntunan syariah. Di mana nilai-nilai Islam tidak lepas dari pengembangan ilmu pengetahuan. Hal tersebut sangat penting, karena manusia akan terjaga fitrahnya sebagai manusia dan jelas ketentuan hukumnya.
Dijelaskan dalam surat an Nahl ayat 125, bahwa Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan (Mauidlatul Hasanah) pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Maknanya, bagaimana proses pendidikan dapat mencapai life skill yang menjadi hikmah baik secara individu maupun sosial. Setelah kita memahami hakikat manusia dengan tujuan hidupnya, dan bagaimana harus menjalankan kehidupan, maka tentu sistem pendidikan yang baik kita lakukan berdasarkan firman Allah, terkait hablum minaAllah dan hablum minannass.
Oleh karena itu, dalam sistem pembelajaran, setiap individu akan menjadi objek dan subjek pembelajaran. Menjadi objek karena mereka akan menerima ilmu pengetahuan yang telah ada dan menjadi subjek karena mereka akan mengkontruk ilmu pengetahuan dan menemukan yang terbarukan. Maka pada diri manusia akan menumbuhkan jiwa pembelajar, dalam pengembangan potensi-potensi yang dimilikinya.
Pada sistem pendidikan harus memberi keseimbangan dalam pengembangan potensi pada akal, hati dan jasmani manusia, beserta unsur yang melingkupinya. Jika akal pada pengembangan intelektual (IQ), hati pada pengembangan empati/ emosional (EQ), jasmani pada kesehatan mental fisik, dengan unsur pengembangan (iman) spiritual (SQ) dan unsur pengembangan sosial. Semua menjadi saling sinergi dalam pengembangannya. Dari pengembangan tersebut akan menghasilkan manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Sebagaimana dalam HR. Al-Qadlaa’iy dalam Musnad Asy-Syihaab no. 129, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 5787 bahwa “Dan sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”
Inilah yang dikatakan antara ilmu dan amal akan bertemu dalam satu titik hikmah. Dalam surat al Mulk ayat 2, dijelaskan bahwa “Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha perkasa, Maha Pengampun”. Pada proses pendidikan hingga hasil pada pemahaman hikmah, akan merujuk pada keadilan diantara manusia, dan capaian akhirnya adalah masyarakat beradab (madani), lurus di jalan Allah.
Mantabbb, pendidikan sepanjang hayat dalam Islam adalah yg terbaik. Spirit Islam dan semua yg bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah yang nyata, pasti mampu menyelamatkan ummat manusia secara permanent, dunia dan akhirat.
Negara manakah yang sudah mempraktikkan sistem pendidikan seperti itu?