Pengamat Minta Polri Evaluasi Sistem Pengamanan Objek Vital
Siberkota.com, Kabupaten Tangerang – Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul meminta Kepolisian Republik Indonesia (Polri) agar mengevaluasi sistem prosedur pengamanan objek vital nasional (Obvitnas) dan objek tertentu (Obter) di seluruh kawasan pemerintahan pasca kerusuhan unjuk rasa buruh ke Kantor Pusat Pemerintahan Gubernur Provinsi Banten pada Rabu (22/12) lalu.
“Polri sebagai alat negara pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, harusnya ikut bertanggung jawab secara penuh terkait dengan keamanan kantor-kantor pelayananan masyarakat. Karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak,” ucap Adib, Jumat, (25/12/2021)
Ia menilai, pada saat terjadinya kerusuhan peserta aksi demo buruh di Banten, ada standar manajemen pengamanan yang tidak berjalan dengan semestinya. Sehingga pihak aparatur kemanan setempat pun kebobolan.
Padahal, lanjutnya, dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia No 3/2019 tentang Pemberian Bantuan Pengamanan Pada Objek Vital Nasional dan Objek Tertentu, sangat jelas kalau Polri wajib melakukan Protap (Presedur Tetap) dalam rangka menjaga, mencegah dan mengantisipasi terjadinya ancaman, gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat terhadap Objek Vital Nasional dan Objek Tertentu.
“Mestinya lingkungan pemerintah Provinsi Banten yang merupakan salah satu simbol dari penyelenggara pemerintah daeah harus mendapatkan pengamanan ekstra dari gangguan ancaman maupun keamanan,” katanya.
Oleh sebab itu, ia pun mendorong Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo untuk segera melakukan evaluasi secara detail terhadap pelaksanaan dan penerapan manajemen keamanan kepolisian dalam menjaga Obvitnas dan Obter.
“Apabila nanti dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan kejadian ini akan terulang kembali di seluruh kantor-kantor pemerintahan,” ujarnya.
Ia mengaku, dirinya tidak mempersoalkan aksi buruh yang menuntut peningkatan upah minimum provinsi (UMP) teraebut. Namun, peserta aksi buruh juga harus mengetahui bahwa penetapan standar upah minimum sudah dibahas dengan melibatkan pemerintah, pengusaha dan perwakilan buruh. Jika kemudian ada persoalan, maka sebaiknya digugat secara hukum.
“Jangan sampai aksi-aksi buruh yang sejatinya ingin menyampaikan aspirasinya, berujung ditunggangi oleh kepentingan politik menjelang Pemilu 2024 mendatang,” tuturnya.
Kemudian, ia menambahkan, pihak aparat kepolisian juga mesti peka terhadap keamanan dan kondusifitas aksi unjuk rasa. Pasalnya, Polri sebagai institusi pelayan masyarakat harus dapat memberikan rasa aman dan nyaman.
“Termasuk menjaga kondusifitas lingkungan perkantoran pemerintahan pusat maupun daerah. Karena ini terkait dengan kegiatan roda pemerintahan. Jika kemudian ada kejadian ricuh dilingkungan pemerintahan daerah, misalnya dalam hal ini kantor Gubenur Banten, maka ini akan menjadi preseden buruk bagi citra Polri. Netralitas Polri pun akan dipertanyakan jika terkesan melakukan pembiaran terhadap kegiatan-kegiatan yang dapat mengancam keamanan lingkungan pemerintahan,” kata dia.