Kasus Kecelakaan TransJakarta : Manajemen Keselamatan Perusahaan Perlu Diperiksa

Siberkota.com, Jakarta – Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Harya Setyaka Dillon mengutarakan bahwa pelanggan TransJakarta memiliki hak untuk merasa aman saat menaiki moda transportasi umum. Kasus kecelakaan dua armada bus baru-baru ini dinilai tidak sebatas dilihat dari sisi dugaan kelalaian pengemudi, namun juga profesionalisme manajemen perusahaan.

Diketahui, dua armada Transjakarta milik operator Bianglala Metropolitan dengan nomor body BMP 211 dan BMP 240 mengalami kecelakaan saat melintas di sekitar wilayah Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan. Kecelakaan tersebut menyebabkan dua orang penumpang meninggal dunia dan 37 lainnya luka-luka.

“Pelanggan TransJakarta berhak merasa aman dalam bus. Semoga ini kecelakaan yang terakhir,” ucap Harya, Senin (25/10/2021).

Ia berharap, semoga pihak TransJakarta khususnya yang bertanggung jawab atas operasional bus dapat mengevaluasi secara komprehensif agar kejadian ini tidak berulang. Terkait adanya dugaan penyebab kecelakaan antar bus itu karena sopir mengantuk, Harya mengaku tak ingin berspekulasi lebih jauh.

“Saat ini saya menahan diri dulu sampai proses pemeriksaan selesai. Semoga hasil pemeriksaan bisa segera diumumkan,” ungkapnya.

Menurutnya, jika benar bahwa penyebab kecelakaan karena sopir mengantuk, maka TransJakarta sangat tidak profesional dalam mengemban tugas pelayanan transportasi publik.

Terpisah, Anggota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) DKI Jakarta menuturkan, banyak faktor yang bisa menyebabkan kecelakaan terjadi. Salah satunya, sopir yang mengantuk saat bertugas.

“Gaji besar tapi tidak profesional. Bisa juga masalah batas kerja maksimum satu hari atau satu minggu yang terlampaui dari peraturan,” paparnya.

“Bisa juga tidak ada sistem manajemen keselamatan di po Bianglala Transjakarta sehingga tidak dapat mendeteksi super kecapaian atau sakit,” tambahnya.

Untuk itu, Tri meminta agar permasalahan kecelakaan bus di Indonesia jangan dilihat dari kesalahan sopir saja. Namun lebih dari itu, faktor perusahaan juga penting diperhatikan.

“Apakah po bus memberikan pelatihan, memperhatikan jam kerja, bus dalam kondisi laik jalan dan lain lain,” ujarnya.

Ia pun mengimbau Transjakarta agar lebih memperhatikan sopir dan mampu mendeteksi sopir bila kelelahan dalam bertugas. “Misalnya sebelum bertugas di-check kondisi kesehatan seperti yang dilakukan pemerintah setiap mudik lebaran ada ramp check di terminal. Bahkan bila konsumsi narkoba atau obat akan diketahui,” pungkasnya

You might also like
Leave A Reply

Your email address will not be published.