Mantan Napi Koruptor Diangkat Komisaris, Ini Pandangan JPI
Siberkota.com, Tangerang Selatan – Juris Polis Institute (JPI) mengadakan diskusi publik terkait isu pengangkatan mantan napi koruptor Emir Moeis sebagai komisaris anak BUMN dalam serial program “Ngopi Seruput” (Ngobrol JPI seputar Akar Rumput) pada 16 Agustus 2021 melalui Live Instagram.
Diskusi yang berlangsung hampir satu jam tersebut diisi oleh narasumber Latipah Nasution, S.H. (Mahasiswa Magister Hukum Keuangan Negara Universitas Indonesia) dan dimoderatori oleh Ana Eka Fitriani, S.H., M.H. (Direktur Penelitian dan Pengembangan – Juris Polis Institute)
Sebagaimana diketahui bahwa Mantan Napi Koruptor Izedrik Emir Moeis diangkat menjadi komisaris Anak Perusahaan BUMN PT Pupuk Iskandar Muda (PIM). Pembahasan dalam diskusi tersebut mengerucut kepada pengangkatan mantan napi koruptor dalam perspektif Hukum Keuangan Negara.
Dalam kesempatan itu, Wakil Direktur Departemen Kebijakan Publik JPI, Latipah memaparkan bahwa poin yang harus didudukkan adalah Anak perusahaan BUMN bukanlah BUMN karena telah terjadi transformasi keuangan di dalamnya.
Tranformasi status hukum keuangan menyebabkan terjadinya perubahan hak dan kewajiban dalam penguasaan dan pemilikan uang dalam suatu badan hukum sehingga pengelolaan, tanggung jawab, dan resiko berada pada subyek hukum baru. Di sisi yang sama, Anak perusahaan BUMN bukan merupakan BUMN dan tidak bisa disebut sebagai BUMN karena pendiriannya tidak ditetapkan dengan peraturan pemerintah serta sahamnya tidak dimiliki oleh negara melainkan dimiliki oleh BUMN.
Latipah juga memaparkan bahwa secara formil pengangkatan mantan napi koruptor sebagai Komisaris Anak Perusahaan BUMN adalah sah karena tidak ada aturan yang secara eksplisit melarang mantan napi koruptor sebagai komisaris, terlebih dalam konteks ini ialah Anak Perusahaan BUMN. Namun lebih jauh dari itu, semestinya bukan hanya aspek hukum saja yang dijadikan sebagai landasan, melainkan aspek moral juga harus menjadi dasar pertimbangan.
“Mantan napi koruptor tidak berkompeten (secara moral) untuk menjadi komisaris. Karena Tugas dan tanggung jawab dewan komisaris yakni melakukan pengawasan terhadap pengelolaan perusahaan yang dilakukan oleh direksi. Selain itu, tugas komisaris adalah memberikan nasihat terkait kebijakan direksi dalam menjalankan perusahaan. Bagaimana tugas-tugas tersebut dapat diterima secara moral oleh perusahaan” paparnya.
Di sisi lain, menurut Latipah pengangkatan mantan napi koruptor sebagai komisaris juga menjadi catatan besar terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal ini terlihat sebagai ketidakseriusan pemerintah dalam memberantas kasus korupsi.
“Adanya Napi Koruptor yang menjadi komisaris merupakan keniscayaan, karena terdapat celah hukum untuk menjadikan seorang koruptor sebagai komisaris. Kejadian ini menjadi suatu bentuk ketidakseriusan pemerintah dalam menanggulangi kasus korupsi” tutupnya.(SK)