Dear Pak Pj Gubernur DKI Jakarta, Warganya Krisis Air Bersih Tuh!
Siberkota.com, Jakarta – Warga eks Kampung Bayam yang saat ini menempati Kampung Susun Bayam (KSB) dan warga Muara Baru DKI Jakarta sampai saat ini masih mengalami krisis air bersih.
Ketua Kelompok Tani Kampung Bayam Madani, Muhammad Furqon mengatakan sudah satu tahun mereka menggunakan air suling dari sumur ataupun got untuk memenuhi kebutuhan airnya.
“Kami menggali air tanah lalu kami membuat saringan, kalau seandainya kami tidak ada hujan, kalau turun hujan masih mending kita mendapatkan air yang savety pengamanannya. Yang penting kami sebagai warga kampung bayam begitu mandi ya walaupun borokan di kulit gak masalah yang penting gak borokan di dlaam ucus, karena gak bisa air itu di pakai konsumsi diminum,”katanya.
Sementara, pendamping warga Muara Baru dari Koalisi Rakyat Untuk Hak atas Air (Kruha), Sigit mengatakan untuk mendapat air bersih warga Muara Baru harus membeli air dari pihak swasta.
“Di Muara Baru situasinya mirip juga bahwa mereka bertahun-tahun gitu karena misalnya dianggap negara dilihat negara sebagai warga ilegal menampati wilayah abu-abu gitu secara serampangan dilihat sebagai warga yang menempati wilayah abu-abu, kemudian mereka tidak disediakan akses terhadap air seperti layaknya warga Jakarta yang lain. Mereka diharuskan memakai mekanisme khusus yang namanya Master Meter,” katanya.
Sigit menjelaskan, Master Meter itu bentuk dari komersialisasi tingkat lanjut, yang mana dari komersialisasi dari privatisasi yang sudah berlangsung dalam kurun waktu belasan tahun bahkan puluhan tahun. Mereka diharuskan memakai atau mendapatkan akses yang namanya Master Meter dengan harganya itu berkali-kali lipat dari harga normal warga kalangan miskin.
“Artinya warga miskin itu justru membayar air jauh lebih mahal dibandingkan warga yang kelasnya biasa, kalangan kelas menengah bahkan kalangan kaya. Itu ironisnya disitu,” katanya
Menurut Sigit, apa yang dialami oleh warga KSB dan warga Muara Baru merupakan bentuk kesengajaan dan bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
“Saya kira ini situasinya bukan secara tidak sengaja, ini bentuk diskirminasi sistematis oleh negara. Mungkin situasinya juga tidak jauh berbeda dengan belahan dunia yang lain misalnya kayak palestina gaza, mereka dibatasi aksesnya secara diskriminatif karena situasi perang disitu israel kemudian membatasi akses air terhadap warga gaza. Itu kemudian kami mencoba menyandingkannya dengan situasi warga yang ada di Jakarta,” katanya.