499 Reklame di Jakarta Belum Bayar Sewa, FITRA: Segera Lakukan Rekomendasi BPK
SiberKota.com, Jakarta – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan 499 titik reklame di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2022 yang belum membayar sewa.
Temuan tersebut termaktub berdasarkan laporan LHP yang BPK keluarkan pada tanggal 22 Mei 2023 dengan nomor 11A/LHP/XVIIIJKT/5/2023.
Pada laporan tersebut, Pemprov DKI Jakarta pada tahun 2022 menganggarkan pendapatan Hasil Pemanfaatan BMD yang Tidak Dipisahkan senilai Rp. 643.155.000.000 dan terealisasi senilai Rp. 253.237.521.840 atau 39,37%.
Salah satu jenisnya, yakni Hasil Kerja Sama Pemanfaatan BMD berupa anggaran sewa titik reklame 2022 senilai Rp. 100 Milyar dan terealisasi senilai Rp0,00 atau 0%.
Adanya temuan itu, Divisi Hukum dan HAM LSM Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Siska Baringbing memberikan tanggapannya.
Siska menyatakan, salah satu Pendapat Asli Daerah (PAD) Jakarta terbesar adalah pajak reklame.
Sebab, Jakarta merupakan pusat perdagangan, industri jasa, dan ibu kota negara.
“Jadi, kalau kita lihat di lapangan, potensi pendapatan DKI Jakarta dari sektor reklame itu sangat besar sekali, areanya juga luas,” ucapnya, Jumat (22/12).
Revisi Pergub Mengakibatkan Kerugian PAD
Sedangkan, dari hasil audit BPK tahun 2022, Jakarta memiliki target pajak reklame sebesar Rp. 643 Milyar.
Namun, dari target itu BPK menemukan pajak reklame hanya mencapai Rp. 253 Milyar atau 39,37 persen.
Menurut Siska, dari temuan audit BPK tentang realisasi pajak ini, terlampau jauh dari target yang ada.
Siska juga mengungkapkan, dari hasil penelusuran BPK, ada 551 permohonan titik reklame yang belum ada penindaklanjutan pelaksanaan sidang proposal.
Penindaklanjutan sidang tersebut, ucap Siska, mengacu pada Peraturan Gubernur (Pergub) 100 Tahun 2021.
“Jadi, permohonan titik reklame itu harus ada sidang proposal, nanti hasilnya ditindaklanjuti melalui perjanjian kerjasama reklame,” jelasnya.
Siska mengira, tidak terjadinya proses sidang proposal karena penyelenggara reklame lambat dalam melaksanakan permohonan sidang.
Namun, pada kenyataannya, tidak adanya proses permohonan itu karena BPAD sedang merevisi Pergub 100 Tahun 2021.
Pasalnya, adanya revisi ini atas usulan dari Asisten pembangunan dan lingkungan hidup sekda Provinsi DKI Jakarta.
“Ternyata nunggu-nunggu ini prosesnya tidak berjalan sampai November 2021. Baru jalan nya 2022, karena ternyata revisi Pergub tidak berjalan dengan baik. Nah, ini yang menjadi masalahnya. Artinya, ada proses yang cukup lama pembiaran,” urainya.
Menurut Siska, meskipun ada revisi Pergub tersebut, mestinya ratusan permohonan titik reklame yang ada masih berjalan dengan peraturan yang lama.
Lantas, lanjut Siska, dengan adanya pembiaran ini, menyebabkan Pemprov DKI mengalami potensi kehilangan pendapatan sekitar Rp. 446 Milyar.
“Sayang sekali. Kalau kita hitung-hitung ada sekitar Rp. 446 Milyar yang kehilangan potensi pendapatannya,” ujarnya.
Siska mengungkapkan, Berdasarkan audit BPK, Kepala BPKAD mengatakan, pihaknya merasa kesulitan untuk menentukan harga sewa titik reklame.
Alasan BPKAD meras kesulitan, karena Pergub masih dalam proses revisi. Sehingga, belum dapat dasar hukum untuk menentukan.
“Nah, ini juga menjadi pertanyaan kenapa kesulitan. Bukan kah sudah ada aturan lama? Pakai itu saja sebelum ada revisi Pergub yang terbaru,” sarannya.
Oleh karena itu, Siska sangat menyayangkan atas tindakan Pemprov DKI tersebut. Padahal, ada cara untuk melakukan percepatan dengan komitmen baik.
“Kalau kita bicara tentang kenapa kesulitan, bukankah BPAD punya tim SDM yang banyak? Anggarannya juga besar untuk membuat dasar-dasar hukumnya atau merevisi peraturannya untuk menyempurnakan agar lebih baik lagi,” tukasnya.
BPK Beri Dua Rekomendasi
Siska mengutarakan, BPK telah mengusulkan dua rekomendasi, tim penertiban terpadu penyelenggara reklame dan menindaklanjuti permohonan pemanfaatan titik reklame.
“Artinya, pronomina itu segera ditindaklanjuti, jangan lama-lama. Kemudian, tindak lanjut penyusunan perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga,” paparnya.
Rekomendasi BPK ini, ucap Siska, mestinya ada pemantauan, dengan melihat pengerjaan pajak reklame pada tahun 2023.
Jika ternyata Pemprov DKI belum menjalankan rekomendasi BPK, pastinya potensi kehilangan yang sama terulang lagi.
Siska juga menekankan agar Pemrov DKI Jakarta segera menjalankan dua rekomendasi BPK.
“Ini tentu bisa kita cek di 2023 di serapan pendapatan DKI Jakarta dari sewa reklame. Jadi, segera aja lakukan rekomendasi BPK itu aja,” tandasnya.
Baca berita SiberKota lainnya, di Google News